skip to main |
skip to sidebar
Di Hindia Belanda
organisasi politik pertama yang bercorak nasional murni dan bersifat radikal
adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), awal mulanya bernama Algemene Studie
Club yang didirikan di Bandung pada 4 Juli 1927. Organisasi ini didirikan
atas inisiatif Ir. Soekarno bersama dengan beberapa mantan anggota PI, seperti
Mr. Iskaq Tjokrohadisrjo, Mr. Budiarto, dan Mr. Sunario. Selain itu tokoh-tokoh
PNI lainnya ialah dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Sartono S.H., dr. Samsi.
Tujuan PNI ialah
Indonesia merdeka. Asas perjuangan PNI antara lain:
1. Selp help, yaitu bekerja menurut kemampuan sendiri baik
dalam lapangan politik, ekonomi, maupun budaya.
2. Non-kooperatif, yaitu tidak menjalin kerjasama
dengan penjajah.
3. Sosio-demokrasi atau marhaenisme, yaitu dengan
pengerahan masa rakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang kaya
raya.
Cita-cita persatuan
yang didengungkan oleh PNI mulai terlihat ketika pertengahan Desember 1927
beberapa organisasi yang ada, seperti PSI, Budi Utomo, Pasundan, Kaum Betawi,
dan Soematranen Bond, bersedia bergabung dengan PNI untuk membentuk sebuah
federasi bernama Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI). Meskipun PPPKI hanya berumur pendek, namun gagasan persatuan
itu terus berkembang. Pengaruhnya tidak hanya kepada kalangan
organisasi-organisasi politik saja, tapi juga organisasi pemuda. Faktor inilah
yang kemudian mendorong diselenggarakannya Kongres Pemuda, yang akhirnya
melahirkan Sumpah Pemuda.
Pada 1930, berkembang
isu bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan, mengakibatkan beberapa tokoh PNI
seperti Ir. Soekarno, Gatot Mangkupraja, Maskun Sumadiredja,
dan Supriadinata ditangkap di Yogyakarta dan diadili di Bandung. Dalam
persidangannya, Ir. Soekarno mengajukan pidato pembelaan yang berjudul
Indonesia Menggugat. Akhirnya, keempat pemimpin PNI tersebut dijatuhi hukuman
penjara dengan lama hukuman berbeda-beda.
Penangkapan dan
pemenjaraan terhadap tokoh-tokoh PNI merupakan pukulan besar bagi PNI. Untuk
menghindari penangkapan-penangkapan lebih jauh dan demi keselamatan anggotanya,
melalui kongres di Jakarta pada 25 April 1931, Mr.Sartono membubarkan PNI.
Namun, tindakannya ini mengundang reaksi dan perpecahan di kalangan anggota dan
pendukung PNI, termasuk M. Hatta yang sudah kembali ke Indonesia. Akhirnya,
untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan PNI, beberapa partai baru muncul,
seperti Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) yang didirikan M. Hatta dan
Sutan Sjahrir, serta Parti Indonesia (Partindo) ciptaan Mr. Sartono. Ketika
Soekarno dibebaskan pada Desember 1931, dia bergabung ke Partindo.
0 komentar:
Posting Komentar